SUDAH SIAPKAH INDONESIA MENGAHADAPI MEA ?
MEA merupakan sesuatu
yang sangat mengerikan. Bagaimana tidak perdagangan bebas akan masuk ke Indonesia. Lantas sudah siapkah
Indonesia dalam menghadapi MEA ? Berikut
ini saya akan menjelaskan apa itu MEA
sebelum saya menjelaskan kesiapan Indonesia dalam meghadapi MA tersebut. MEA
merupakan pasar tunggal yang disetujui oleh negara-negara di ASEAN . MEA yang
merupakan singkatan dari Masyarakat Ekonomi ASEAN ini diselenggarakan secara serempak
di negara ASEAN pada awal tahun 2016. Dalam istilah asing MEA sendiri disebut
juga dengan ASEAN Economics Community (AEC)
. MEA ini diikuti oleh seluruh negara di kawasan Asia Tenggara yakni Indonesia,
Malaysia, Singapura, Thailand, Brunei Darussalam, Kamboja, Vietnam. MEA sendiri
memiliki arti bahwa tenaga kerja asing akan dengan bebas masuk untuk bekerja di
negara yang terkena MEA. Begitupula
sebaliknya, pekerja Indonesia pun akan dengan bebas bekerja di negara yang
mengikuti MEA. Semenjak awal pengumuman MEA, rasanya Indonesia masih sangat
“santai” dalam menghadapinya. Bagaimana tidak masih banyak barang-barang yang
diimpor dari negara luar dan ketidaksiapan dari para tenaga kerja di Indonesia.
Seperti contoh meski belum memasuki awal tahun 2016, beberapa pekerja asing
mulai berdatangan ke Indonesia agar mereka mampu bersaing dengan pekerja di
Indonesia. Apalagi dalam hubungan pemerintahan,
kini Indonesia yang sedang “mengajak” Tiongkok untuk membantu
menyelesaikan masalah-masalah yang ada di Indonesia. Apapun itu , masuknya
tenaga kerja asing yang bekerja di Indonesia sebagai akibat dari globalisasi
yang salah satu agendanya adalah liberalisasi jasa ketenagakerjaan. Namun, hal
demikian perlu diingat, bahwa sektor ketenagakerjaan merupakan salah satu
bidang penting dalam sistem pertahanan nasional selain bidang keamanan, hukum
dan pendidikan. Bidang-bidang tadi begitu sensitif dan menyangkut nasib rakyat
serta kedaulatan Negara Republik Indonesia.
Namun, istilah MEA di
Indonesia sendiri masih terdengar asing untuk sebagian masyarakat baik pada
kalangan menengah maupun bawah. MEA dilakukan agar daya saing ASEAN meningkat
dan dapat menyaingi Tiongkok serta India untuk menarik investasi asing. Penanaman modal asing di wilayah ini sangat dibutuhkan
untuk meningkatkan lapangan pekerjaan sehingga pada akhirnya akan meningkatkan
kesejahteraan bagi penduduk di negara-negara ASEAN. Pada konsep MEA barang dan
jasa akan sangat bebas bertebaran di Indonesia seperti tidak adanya biaya
antara ekspor maupun impor ke negara-negara yang mengikuti MEA. Selain barang
dan jasa, MEA ini juga berlaku kepada
pasar tenaga kerja profesional seperti dokter, pengacara, akuntan, teknisi dan
lainnya. Oleh karena itu, MEA secara langsung akan mempengaruhi kualitas tenaga
ahli di Indonesia. Tetapi ada beberapa pendapat mengenai ketidaksiapan tenaga
ahli di Indonesia dalam menghadapi MEA
salah satunya Ketua Persatuan Advokat Indonesia, Otto Hasibuan dan Ketua Institut Akuntan Publik Indonesia ,
Tarko Sunaryo yang menyatakan bahwa tenaga ahli Indonesia belum siap bersaing
dengan tenaga asing. Ketakutan ini diarahkan pada ketimpangan keahlian yang
dimiliki oleh para tenaga ahli, mengingat Indonesia akan kedatangan para tenaga kerja asing sebagai
konsekuensi MEA. Tarko Sunaryo juga menyatakan bahwa para tenaga kerja muda di
Indonesia belum sepenuhmya menyadari persaingan global tersebut. Kemampuan
bahasa asing dan mental dianggap sebagai dasar ketidaksiapan tersebut.
Kemampuan bahasa yang
harus dikuasai oleh masyarakat Indonesia dalam menghadapi MEA dirasa belum memenuhi
persyaratan karena masih banyak tenaga kerja Indonesia yang belum menguasai
secara keseluruhan bahasa – bahasa asing. “ Bagaimana mau bisa bersaing jika
masyarakat kita masih banyak yang lulusan SD. Minimal pemerintah bisa menaikkan
kondisi saing agar dapat terwujud.” ujar Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia
(Apindo) Jawa Barat. Pernyataan beliau menjelaskan bahwa masih banyak
masyarakat Indonesia yang masih butuh pendidikan yang layak dan keahlian yang
professional agar dapat bersaing dengan tenaga kerja asing. Melalui pembentukan
Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) , pembinaan individu/
kelembagaan melalui pelatihan dan sertifikasi bagi angkatan kerja muda,
instruktur, asesor serta dukungan untuk pembentukan Lembaga Serifikasi Profesi
( LSP ) , pemerintah mempersiapkan SDM Indonesia dalam bidangnya masing-masing.
Seperti yang dilakukan Kementrian Kominfo di bidang Teknologi Informasi dan
Komunikasi , yang mengggunakan sistem sertifikasi sehinggauntuk masuk ke
dunia professional sekarang ini, SDM Indonesia haruslah mempunyai ijazah
akademis, sertifikasi kompetensi dan yang sering terlupa adalah sertifikasi
profesi. Mungkin banyak yang mengeluh
bahwa kenapa banyak sekali tuntutan ijazah
dan sertifikasi untuk dapat bekerja, apakah pengalaman kerja dirasa tidak
cukup? Perlu kita ulas kembali bahwa dalam MEA ini dibutuhkan tenaga kerja yang
professional dan memiliki keahlian lebih dibandingkan tenaga kerja biasa.
Seperti dalam bidang pendidikan, lulusan sarjana dirasa tidak berarti jika kita
tidak memiliki skill/kemampuan yang terlatih. Misalnya, pesaing dalam hal akuntansi saja
bukan hanya 1 atau 2 orang saja yang akan menjadi pesaing kita tetapi ribuan
dan itupun berasal dari negara lain. Dalam MEA , kita diharuskan untuk dapat
memiliki keahlian lain terutama bidang
teknologi. Hal tersebut dikarenakan bahwa zaman sekarang merupakan zaman era
teknologi modern. Bayangkan saja jika kita lulusan sarjana Akuntansi kita tidak
bisa menguasai teknologi walau tidak keseluruhan maka kita akan kalah bersaing
dengan tenaga kerja asing. Apabila calon tenaga kerja tidak dapat menunjukkan
portofolio pekerjaan yang tepat, maka sertifikasi akademis, profesi dan
kompetensilah yang akan menjadi landasan perusahaan untuk menerima. Profesional
di bidang teknik,arsitek dan tenaga survei yang bergabung dalam profesi
insinyur di Indonesia menjadi ujung tombak dari kompetisi pasar tenaga kerja
MEA 2016. Kebutuhan akan profesi insinyur masih sangat besar di Indonesia.
Jumlah rata-rata insinyur per penduduk di Indonesia masih dibawah standar
negara ASEAN lainnya. Hanya 15% mahasiswa yang memilih program teknik dan
pertanian dibandingkan Malaysia (24%), Vietnam (25%), Korea (33%), dan hanya
40% lulusannya bekerja sesuai bidangnya karena masih rendahnya penghargaan
kerja. Berikut ini dampak positif,negatif serta peluang MEA di Indonesia.
Dampak
Positif MEA :
- Tenaga terampil di Indonesia akan lebih terserap di luar negeri
- Harga-harga kemungkinan akan lebih murah, karena ketersediaan barang lebih besar dan proses pengadaan berbiaya murah.
- Sektor wirausaha akan terbuka lebar, relasi bisnis dan pasar lebih terbuka seiring luasnya jangkauan pasar dan penyebaran produk, jadi ekspor dan impor tidaklah selalu dimainkan pemain besar (kartel).
Dampak
Negatif :
- Pada sisi pengangguran, Indonesia harus rela memberikan porsi lapangan kerja kepada bangsa lain, sedikit seperti hukum rimba ekonomi dan kesempatan kerja.
- Terjangan produk dari negara ASEAN akan membanjiri pasar Indonesia disamping impor China yang merajalela. Industri kecil yang masih bangkit akan mendapat tantangan persaingan barang produksi yang berharga murah dari luar. Peluang :
- Sektor perdagangan Online (e-comerce) terbuka luas
- Sektor jasa yang beroperasi di antara sektor Produsen dan Konsumen sangat terbuka luas, misal jasa pengiriman barang atau paket.
- Sektor Pariwisata akan terbuka lebih luas lagi.
Akan tetapi, walau
banyak arus tenaga asing secara bebas masuk ke Indonesia, MEA jelas mempunyai
hal positif yang terkandung di dalamnya yakni dapat memberikan keuntungan bagi
negara-negara yang setuju untuk mendirikan usahanya di Indonesia. Riset dari
ILO menyatakan bahwa keuntungan dari MEA akan jelas dinikmati oleh para tenaga
kerja ahli dan pada perusahaan tiap negara. Selain itu, hadirnya MEA akan
membuka lapangan kerja baru bagi para tenaga kerja yang berada di negara
tersebut. Hal tersebut jelas akan
meningkatkan dari sektor ekonomi. Jadi dapat disimpulkan bahwa saat ini Indonesia masih mempersiapkan diri bukan siap secara utuh dalam mengahadapi MEA karena telah dijelaskan diatas bahwa masih banyak ketidaksiapan seperti dalam hal bahasa, mental, profesional bekerja dan lain sebagainya yang masih menjadi catatan pemerintah dan diri kita sendiri untuk menyongsong MEA menjadi lebih baik.
Sumber :
http://bandung.bisnis.com/read/20151202/5/546067/ini-syarat-tenaga-kerja-agar-bisa-bersaing-saat-mea
Tidak ada komentar:
Posting Komentar