WELCOME IN MY BLOG

Sabtu, 12 Maret 2016

Tugas2_SS_Perekonomonian Indonesia

SUDAH SIAPKAH INDONESIA MENGAHADAPI MEA ?

MEA merupakan sesuatu yang sangat mengerikan. Bagaimana tidak perdagangan bebas akan  masuk ke Indonesia. Lantas sudah siapkah Indonesia dalam  menghadapi MEA ? Berikut ini saya akan  menjelaskan apa itu MEA sebelum saya menjelaskan kesiapan Indonesia dalam meghadapi MA tersebut. MEA merupakan pasar tunggal yang disetujui oleh negara-negara di ASEAN . MEA yang merupakan singkatan dari Masyarakat Ekonomi ASEAN ini diselenggarakan secara serempak di negara ASEAN pada awal tahun 2016. Dalam istilah asing MEA sendiri disebut juga dengan ASEAN Economics  Community (AEC) . MEA ini diikuti oleh seluruh negara di kawasan Asia Tenggara yakni Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Brunei Darussalam, Kamboja, Vietnam. MEA sendiri memiliki arti bahwa tenaga kerja asing akan dengan bebas masuk untuk bekerja di negara yang terkena MEA.  Begitupula sebaliknya, pekerja Indonesia pun akan dengan bebas bekerja di negara yang mengikuti MEA. Semenjak awal pengumuman MEA, rasanya Indonesia masih sangat “santai” dalam menghadapinya. Bagaimana tidak masih banyak barang-barang yang diimpor dari negara luar dan ketidaksiapan dari para tenaga kerja di Indonesia. Seperti contoh meski belum memasuki awal tahun 2016, beberapa pekerja asing mulai berdatangan ke Indonesia agar mereka mampu bersaing dengan pekerja di Indonesia. Apalagi dalam hubungan pemerintahan,  kini Indonesia yang sedang “mengajak” Tiongkok untuk membantu menyelesaikan masalah-masalah yang ada di Indonesia. Apapun itu , masuknya tenaga kerja asing yang bekerja di Indonesia sebagai akibat dari globalisasi yang salah satu agendanya adalah liberalisasi jasa ketenagakerjaan. Namun, hal demikian perlu diingat, bahwa sektor ketenagakerjaan merupakan salah satu bidang penting dalam sistem pertahanan nasional selain bidang keamanan, hukum dan pendidikan. Bidang-bidang tadi begitu sensitif dan menyangkut nasib rakyat serta kedaulatan Negara Republik Indonesia.
Namun, istilah MEA di Indonesia sendiri masih terdengar asing untuk sebagian masyarakat baik pada kalangan menengah maupun bawah. MEA dilakukan agar daya saing ASEAN meningkat dan dapat menyaingi Tiongkok serta India untuk menarik investasi asing. Penanaman  modal asing di wilayah ini sangat dibutuhkan untuk meningkatkan lapangan pekerjaan sehingga pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan bagi penduduk di negara-negara ASEAN. Pada konsep MEA barang dan jasa akan sangat bebas bertebaran di Indonesia seperti tidak adanya biaya antara ekspor maupun impor ke negara-negara yang mengikuti MEA. Selain barang dan jasa,  MEA ini juga berlaku kepada pasar tenaga kerja profesional seperti dokter, pengacara, akuntan, teknisi dan lainnya. Oleh karena itu, MEA secara langsung akan mempengaruhi kualitas tenaga ahli di Indonesia. Tetapi ada beberapa pendapat mengenai ketidaksiapan tenaga ahli di Indonesia dalam menghadapi  MEA salah satunya Ketua Persatuan Advokat Indonesia, Otto Hasibuan  dan Ketua Institut Akuntan Publik Indonesia , Tarko Sunaryo yang menyatakan bahwa tenaga ahli Indonesia belum siap bersaing dengan tenaga asing. Ketakutan ini diarahkan pada ketimpangan keahlian yang dimiliki oleh para tenaga ahli, mengingat Indonesia akan  kedatangan para tenaga kerja asing sebagai konsekuensi MEA. Tarko Sunaryo juga menyatakan bahwa para tenaga kerja muda di Indonesia belum sepenuhmya menyadari persaingan global tersebut. Kemampuan bahasa asing dan mental dianggap sebagai dasar ketidaksiapan tersebut.
Kemampuan bahasa yang harus dikuasai oleh masyarakat Indonesia dalam  menghadapi MEA dirasa belum memenuhi persyaratan karena masih banyak tenaga kerja Indonesia yang belum menguasai secara keseluruhan bahasa – bahasa asing. “ Bagaimana mau bisa bersaing jika masyarakat kita masih banyak yang lulusan SD. Minimal pemerintah bisa menaikkan kondisi saing agar dapat terwujud.” ujar Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Barat. Pernyataan beliau menjelaskan bahwa masih banyak masyarakat Indonesia yang masih butuh pendidikan yang layak dan keahlian yang professional agar dapat bersaing dengan tenaga kerja asing. Melalui pembentukan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) , pembinaan individu/ kelembagaan melalui pelatihan dan sertifikasi bagi angkatan kerja muda, instruktur, asesor serta dukungan untuk pembentukan Lembaga Serifikasi Profesi ( LSP ) , pemerintah mempersiapkan SDM Indonesia dalam bidangnya masing-masing. Seperti yang dilakukan Kementrian Kominfo di bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi , yang mengggunakan sistem sertifikasi sehinggauntuk masuk ke dunia professional sekarang ini, SDM Indonesia haruslah mempunyai ijazah akademis, sertifikasi kompetensi dan yang sering terlupa adalah sertifikasi profesi.  Mungkin banyak yang mengeluh bahwa kenapa banyak sekali tuntutan  ijazah dan sertifikasi untuk dapat bekerja, apakah pengalaman kerja dirasa tidak cukup? Perlu kita ulas kembali bahwa dalam MEA ini dibutuhkan tenaga kerja yang professional dan memiliki keahlian lebih dibandingkan tenaga kerja biasa. Seperti dalam bidang pendidikan, lulusan sarjana dirasa tidak berarti jika kita tidak memiliki skill/kemampuan yang terlatih. Misalnya, pesaing dalam hal akuntansi saja bukan hanya 1 atau 2 orang saja yang akan menjadi pesaing kita tetapi ribuan dan itupun berasal dari negara lain. Dalam MEA , kita diharuskan untuk dapat memiliki keahlian lain  terutama bidang teknologi. Hal tersebut dikarenakan bahwa zaman sekarang merupakan zaman era teknologi modern. Bayangkan saja jika kita lulusan sarjana Akuntansi kita tidak bisa menguasai teknologi walau tidak keseluruhan maka kita akan kalah bersaing dengan tenaga kerja asing. Apabila calon tenaga kerja tidak dapat menunjukkan portofolio pekerjaan yang tepat, maka sertifikasi akademis, profesi dan kompetensilah yang akan menjadi landasan perusahaan untuk menerima. Profesional di bidang teknik,arsitek dan tenaga survei yang bergabung dalam profesi insinyur di Indonesia menjadi ujung tombak dari kompetisi pasar tenaga kerja MEA 2016. Kebutuhan akan profesi insinyur masih sangat besar di Indonesia. Jumlah rata-rata insinyur per penduduk di Indonesia masih dibawah standar negara ASEAN lainnya. Hanya 15% mahasiswa yang memilih program teknik dan pertanian dibandingkan Malaysia (24%), Vietnam (25%), Korea (33%), dan hanya 40% lulusannya bekerja sesuai bidangnya karena masih rendahnya penghargaan kerja. Berikut ini dampak positif,negatif serta peluang MEA di Indonesia.

Dampak Positif MEA :
  1. Tenaga terampil di Indonesia akan lebih terserap di luar negeri
  2. Harga-harga kemungkinan akan lebih murah, karena ketersediaan barang lebih besar dan proses pengadaan berbiaya murah.
  3. Sektor wirausaha akan terbuka lebar, relasi bisnis dan pasar lebih terbuka seiring luasnya jangkauan pasar dan penyebaran produk, jadi ekspor dan impor tidaklah selalu dimainkan pemain besar (kartel).
Dampak Negatif :
  1. Pada sisi pengangguran, Indonesia harus rela memberikan porsi lapangan kerja kepada bangsa lain, sedikit seperti hukum rimba ekonomi dan kesempatan kerja.
  2. Terjangan produk dari negara ASEAN akan membanjiri pasar Indonesia disamping impor China yang merajalela.  Industri kecil yang masih bangkit akan mendapat tantangan persaingan barang produksi yang berharga murah dari luar.               Peluang :
  1. Sektor perdagangan Online (e-comerce) terbuka luas
  2. Sektor jasa yang beroperasi di antara sektor Produsen dan Konsumen sangat terbuka luas, misal jasa pengiriman barang atau paket.
  3. Sektor Pariwisata akan terbuka lebih luas lagi.
Akan tetapi, walau banyak arus tenaga asing secara bebas masuk ke Indonesia, MEA jelas mempunyai hal positif yang terkandung di dalamnya yakni dapat memberikan keuntungan bagi negara-negara yang setuju untuk mendirikan usahanya di Indonesia. Riset dari ILO menyatakan bahwa keuntungan dari MEA akan jelas dinikmati oleh para tenaga kerja ahli dan pada perusahaan tiap negara. Selain itu, hadirnya MEA akan membuka lapangan kerja baru bagi para tenaga kerja yang berada di negara tersebut.  Hal tersebut jelas akan meningkatkan dari sektor ekonomi. Jadi dapat disimpulkan bahwa saat ini Indonesia masih mempersiapkan diri bukan siap secara utuh dalam mengahadapi MEA karena telah dijelaskan diatas bahwa masih banyak ketidaksiapan seperti dalam hal bahasa, mental, profesional bekerja dan lain sebagainya yang masih menjadi catatan pemerintah dan diri kita sendiri untuk menyongsong MEA menjadi lebih baik.


Sumber :




Tidak ada komentar:

Posting Komentar