Sektor Pertanian
A. Sektor Pertanian di Indonesia
Pertanian
adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan manusia untuk
menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri atau sumber energi serta untuk mengelola lingkungan hidupnya.
Kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang termasuk dalam pertanian biasa
dipahami orang sebagai budidaya tanaman atau bercocok tanam serta pembesaran
hewan ternak (raising). Meskipun caranya dapat pula berupa pemanfaatan
mikroorganisme dan bioenzim dalam pengolahan produk lanjutan, seperti pembuatan
keju dan tempe atau sekadar esktraksi semata, seperti penangkapan ikan atau
eksploitasi hutan. Sejarah Indonesia sejak masa kolonial sampai sekarang tidak
dapat dipisahkan dari sektor pertanian dan perkebunan karena sektor-sekor
tersebut memiliki arti yang sangat penting dalam pembentukan berbagai realitas
ekonomi dan sosial masyarakat di berbagai wilayah Indonesia. Kelompok ilmu-ilmu pertanian mengkaji
pertanian dengan dukungan ilmu-ilmu pendukungnya. Karena pertanain selalu
terikat dengan ruang dan waktu, ilmu-ilmu pendukung seperti ilmu tanah,
meteorologi, teknik pertanian, biokimia dan statistika.
Seperti
yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa sektor pertanian yang ada di Indonesia
memiliki peranan penting bagi pembangunan nasional. Peranan sektor pertanian
yaitu :
Sebagai sumber penghasil bahan kebutuhan
pokok, sandang, pangan dan papan.
Menyediakan lapangan kerja bagi sebagian
besar penduduk.
Memberikan sumbangan terhadap pendapatan
nasional yang tinggi.
Memberikan devisa bagi negara .
Mempunyai efek pengganda ekonomi yang
tinggi dengan rendahnya ketergantungan terhadap impor.
Dampak pengganda
tersebut relatif besar sehingga sektor pertanian layak dijadikan sebagai sektor
andalan dalam pembangunan ekonomi nasional. Sektor pertanian juga dapat menjadi
basis dalam mengembangkan kegiatan ekonomi pedesaan melalui pengembangan usaha
berbasis pertanian yaitu agribisnis dan agroindustri. Dengan pertumbuhan yang
terus positif secara konsisten, sektor pertanian berperan besar dalam menjaga
laju pertumbuhan ekonomi nasional (Antara, 2009 ). Pertanian dalam arti luas
meliputi sektor pertanian, perikanan, peternakan dan perkebunan. Pembangunan
sektor pertanian bertujuan untuk pemenuhan pangan dan gizi serta menambah
pendapatan (kesejahteraan) mayarakat.
Hal ini dapat diwujudkan dengan menggalakkan pembangunan sektor
pertanian dengan sistem agribisnis dimana pembangunan dengan sistem agribisnis
ini diharapkan dapat meningkatkan kuantitas, produktivitas, kualitas,
pemasaran, dan efisiensi usaha pertanian baik yang dikelola secara mandiri
maupun secara kemitraan.
Menurut Saragih (2002)
menekankan bahwa pentingnya pembangunan dengan pendekatan agribisnis karena
beberapa hal yaitu :
ü Meningkatkan
daya saing melalui keunggulan komparatif.
ü Merupakan
sektor perkenomian utama daerah yang memberikan kontribusi dalam pembentukan
PDB.
ü Kesempatan
kerja serta merupakan sumber pertumbuhan baru yang signifikan.
a. Perkembangan
sejak awal dekade 1990-an.
Selama periode 1995-1997 pangsa Produk
Domestik Bruto (PDB) dari sektor pertanian mengalami penurunan. Pada saat
krisis mencapai puncaknya tahun 1999, semua sektor mengalami pertumbuhan
negatif kecuali listrik, gas dan air minum dengan tetap positif 2,6 % . Sektor
pertanian mengalami pertumbuhan -0,7 % dan sektor industri manufaktur -11,4 %. Rendahnya pertumbuhan output
pertanian pada tahun-tahun tertentu disebabkan salah satunya oleh musim kemarau
yang panjang yang memang merupakan salah satu kendala serius yang bukan hanya
bagi kelangsungan kegiatan pertanian, tetapi juga dapat berdampak negatif
terhadap tingkat daya saing produk –
produk pertanian, termasuk padi.
Karena negara Indonesia merupakan salah
satu negara yang memiliki kekayaan pada sektor pertaniannya, maka jumlah
pekerja di Indonesia paling banyak di bidang pertanian sebanyak 34 % ( tahun
2015). Wakil presiden Indonesia yaitu Jusuf Kalla menjelaskan bahwa lapangan
kerja di sektor pertanian dari tahun ke tahun semakin menurun. Terdapat beberapa
faktor yang menyebabkan terjadinya penurunan tenaga kerja di sektor pertanian
antara lain :
1. Menurunnya
luas lahan pertanian di Indonesia.
Rata-
rata satu keluarga hanya mempunyai luas lahan pertanian seluas 0,3 ha kemudian
lahan pertanian tersebut dikerjakan oleh 3 orang dengan hasil 6 ton per panen.
2. Turunnya
jumlah tenaga kerja di sektor pertanian.
Hal
ini dikarenakan karena produktivitas yang mengalami peningkatan akibat dari
semakin banyak petani yang mengganti tenaga manusia dengan bantuan mesin.
3. Kegagalan
panen yang diderita petani .
Kegagalan
panen bisa disebabkan oleh pergantian musim yang tidak menentu, dan lain
sebagainya. Hal ini membuat petani enggan meneruskan penggarapan lahan dan
memilih untuk mencari pekerjaan di kota.
4. Jumlah
pendapatan yang diterima dari hasil bertani lebih rendah dibandingkan seseorang
yang bekerja di sektor industri.
B. Nilai Tukar Petani
Sebagai
negara agraris, Indonesia memiliki jumlah penduduk yang besar dan proporsi
rumah tangga yang bekerja di sektor pertanian yang dominan. Hal ini sangatlah
penting untuk memperhatikan kesejahteraan para petani di Indonesia. Salah satu
alat ukur kesejahteraan petani yang digunakan saat ini adalah Nilai Tukar
Petani (NTP).
Nilai
Tukar Petani merupakan perbandingan antara indeks harga yang diterima petani
(lt) dengan indeks harga yang dibayar petani (lb). Indeks harga yang diterima
petani adalah indeks harga yang menunjukkan perkembangan harga produsen atas
hasil produksi petani. Indeks harga yang dibayar petani yaitu indeks harga yang
menunjukkan perkembangan harga kebutuhan rumah tangga petani, baik kebutuhan
untuk konsumsi rumah tangga maupun kebutuhan untuk proses produksi pertanian.
Dari lb, dapat dilihat fluktuasi harga barang-barang yang dikonsumsi oleh
petani yang merupakan bagian terbesar dari masyarakat pedesaan serta fluktuasi
harga barang yang diperlukan untuk memproduksi hasil pertanian. Konsep ini
secara sederhana menggambarkan daya beli pendapatan petani.
-
Arti angka NTP
·
Nilai tukar petani > 100 => petani
mengalami surplus. Harga produksi naik lebih besar dari kenaikan harga
konsumsinya. Pendapatan petani naik lebih besar dari pengeluarannya.
·
Nilai tukar petani = 100 => petani
mengalami impas. Kenaikan/penurunan harga produksinya sama dengan persentase
kenaikan/penurunan harga barang konsumsi. Pendapatan petani sama dengan
pengeluarannya.
·
Nilai tukar petani < 100 => petani
mengalami deficit. Kenaikan harga produksi relative lebih kecil dibandingkan dengan kenaikan harga
barang konsumsinya. Pendapatan petani turun, lebih kecil dari pengeluarannya.
-
Kegunaan dan Manfaat Nilai tukar petani
§ Dari
Indeks harga yang diterima petani (lt) dapat dilihat fluktuasi harga
barang-barang yang dihasilkan petani. Indeks ini digunakan juga sebagai data penunjang
dalam penghitungan pendapatan sektor pertanian.
§ Dari
Indeks harga yang dibayar petani (lb) dapat dilihat fluktuasi harga
barang-barang yang dikonsumsi oleh petani yang merupakan bagian terbesar dari
masyarakat di pedesaan serta fluktuasi
harga barang yang diperlukan untuk memproduksi hasil pertanian.
§ Nilai
Tukar Petani mempunyai kegunaan untuk mengukur kemampuan tukar produk yang
dijual petani dengan produk yang dibutuhkan petani dalam produksi dan konsumsi
rumah tangga.
§ Angka
Nilai Tukar Petani menunjukkan tingkat daya saing produk pertanian dibandingkan
dengan produk lain. Atas dasar ini upaya produk spesialisasi dan peningkatan
kualitas produk pertanian dapat dilakukan.
-
Cakupan komoditas
o
Sub sektor tanaman pangan seperti : padi, palawija.
o
Sub sektor hoktikultura seperti :
sayur-sayuran, buah-buahan, tanaman huas dan tanaman obat-obatan.
o
Sub sektor Tanaman Perkebunan Rakyat
(TPR) seperti : kelapa, kopi robusta, cengkeh, tembakau, dan kapuk odolan.
Jumlah komoditas ini juga bervariasi antar daerah.
o
Sub sektor peternakan seperti : ternak
besar (sapi,kerbau), ternak kecil ( kambing, domba, babi, dll), unggas
(ayam,itik,dll), hasil-hasil ternak (susu sapi, telur, dll).
o
Sub sektor perikanan, baik perikanan
tangkap maupun perikanan budidaya.
Badan
Pusat Statistik merilis nilai tukar petani pada Januari 2016 sebesar 102,55
atau menurun 0,27 % dibanding pada Desember 2015. Berdasarkan data BPS hasil
pemantauan 33 provinsi di Indonesia, penurunan terjadi pada 3 subsektor yakni
holtikultura sebesar 0,44 %, tanaman perkebunan rakyat 0,80 %, dan peternakan
0,12 %. Tetapi terjadi peningkatan pada subsektor tanaman pangan sebesar 0,01 %
dan perikanan 0,21 %.
C. Investasi di Sektor Pertanian.
Pemerintah
berkomitmen untuk mendorong pertumbuhan investasi di sektor pertanian khususnya
holtikultura (buah dan sayur) terutama sektor hulu dan hilir. Badan Koordinasi
Penanaman Modal (BKPM) mencatat minat investasi pada sektor pertanian terus
mengalami peningkatan. BKPM mencatat pengajuan izin prinsip sektor pertanian
periode Oktober 2014 – Juni 2015 mencapai Rp 56,74 triliun , naik 134,8 % dibanding
periode Oktober 2013 – Juni 2014 sebesar Rp 24,17 triliun. Ketua Umum Kontak
Tani Nelayan Andalan (KTNA) mengatakan petani tanaman pangan memerlukan
dukungan swasta karena kemitraan yang selama ini terjalin antara petani dan
swasta meningkatkan kesejahteraan petani. Pemerintah menyarankan para investor
untuk lebih memerhatikan sektor pangan sebagai salah satu sektor penting dalam
berinvestasi. Salah satu faktor penunjang yang dapat menjadi indikator
investasi adalah sektor perbankan. Berdasarkan data posisi pinjaman investasi
yang diberikan oleh sektor perbankan (baik bank Persero, Bank Perkreditan
Rakyat, Bank Pemerintah Daerah, Bank Swasta Nasional, Bank Swasta Asing dan
Bank Campuran kepada sektor pertanian, perikanan, peternakan dan kehutanan,
tren pemberian modal investasi pada tahun 2005 – Januari 2011 cenderung
stagnan. Pada Bank Pemerintah Daerah , pada Januari 2011, alokasi pinjaman
investasi terbesar diberikan kepada sektor jasa, yaitu 21,76 %. Sektor jasa
mengalami peningkatan yang sangat signifikan , karena pada tahun 2005 sektor
ini hanya mendapatkan alokasi sebesar 8,68 % sedangkan sektor pertanian,
perikanan, peternakan, dan kehutanan mendapatkan proporsi sebesar 18,8 % pada tahun
2005.
Berdasarkan
data-data yang tertera di atas dapat disimpulkan bahwa dahulu sektor pertanain
merupakan lading investasi yang jarang diminati oleh para investor. Hal-hal
yang menyebabkan investasi pertanian terhambat yaitu :
i.
Sektor pertanian memiliki risiko dan
ketidakpastian yang sangat tinggi. Terlebih lagi dengan adanya climate change
yang menyebabkan kemungkinan terjadinya fluktuasi produksi .
ii.
Minimnya sarana pendukung yang tersedia.
Seperti yang banyak kita ketahui, bahwa saat ini sarana pertanian seperti
irigasi misalnya yang ada di daerah adalah peninggalan masa orde baru dan sudah
semakin tidak terawat. Selain itu, karena umumnya sentra produksi pertanian
berada di daerah , dan infrastruktur seperti jalan yang ada pada beberapa jalur
misalkan pada jalur pantura kurang baik sehingga besarnya kemungkinan terjadi
kerusakan barang semakin tinggi.
iii.
Masih sulitnya birokrasi yang ada
apabila hendak mendirikan usaha pertanian yang memiliki skala ekonomi yang
cukup besar sehingga menjadi kurang menarik.
iv.
Masih tidak stabilnya iklim investasi di
Indonesia.
v.
Masih tidak stabilnya iklim politik dan
beberapa komoditi pertanian yang menjadi komoditi politik.
vi.
Masih maraknya pungutan-pungutan liar di
Indonesia sehingga meningkatkan biaya yang harus dikeluarkan.
vii.
Adanya otonomi daerah yang terkadang
yang terkadang kebijakannya sering tumpang tindih dengan kebijakan pemerintah
pusat.
Sebenarnya hal yang
paling utama untuk meningkatkan minat investasi bidang pertanian adalah
menyinergiskan kebijakan dalam pemerintahan baik antara pemerintah daerah
dengan pemerintah pusat. Selain itu, perlunya pemerintah untuk melakukan upaya
pendekatan dengn calon investor untuk menanamkan modalnya pada sektor
pertanian. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memberikan kemudahan untuk
investasi misalkan bantuan untuk merampingkan jalur birokrasi, memberikan
jaminan kestabilan politik dan keamanan investasi, serta perbaikan
infrastruktur sehingga dapat meminimalisir tingkat risiko dan ketidakpastian
yang dihadapi.
D.
Keterkaitan
Pertanian dengan Industri Manufaktur.
Jika
kita melihat dari negara maju mereka yang dahulu menitikberatkan dalam
pembangunan perekonomian mereka pada sektor pertanian kini perlahan namun pasti
mereka mengembangkan pada sektor lain yakni sektor industri. Berkaca pada
krisis yang telah terjadi, proses indutrialisasi yang didengung-dengungkan
pemerintah kurang mendapat moment yang tepat. Melihat kenyataan itu, pemerintah
Indonesia diharapkan untuk memutarbalikkan kemudi ekonomi untuk mundur
selangkah merencanakan dan kemudian melaksanakan dengan disiplin setiap proses
yang terjadi. Ada beberapa alasan ( Dr.
Tulus Tambunan) kenapa sektor pertanian yang kurang sangat esensial dalam
proses industrialisasi di negara Indonesia yaitu sebagai berikut :
a>
Sektor pertanian yang kuat berarti
ketahanan pangan terjamin dan ini merupakan salah satu prasyarat penting agar
proses indutrialisasi pada khususnya dan pembangunan ekonomi pada umumnya bisa
berlangsung dengan baik.
b>
Dari sisi permintaan agregat,
pembangunan sektor pertanian yang kuat membuat tingkat pendapatan riil per
kapita disektor tersebut tinggi yang merupakan salah satu sumber permintaan
terhadap barang-barang nonfood khususnya manufaktur. Khususnya di Indonesia ,
dimana sebagian besar penduduk Indonesia berada di pedesaan dan mempunyai
sumber pendapatan langsung maupun tidak langsung dari kegiatan pertanian.
c>
Dari sisi penawaran, pembangunan yang
baik disektor pertanian bisa menghasilkan surplus di sektor tersebut dan ini
bisa menjadi sumber investasi di sektor industry, khusunya industri berskala
kecil di pedesaan.
Daftar pustaka
-
https://m.tempo.co/read/news/2016/02/01/087741183/bps-januari-2016-nilai-tukar-petani
-
denandardede.blogspot.co.id/2015/05/keterkaitan-pertanian-dengan-industri
-
m.kompasiana.com/markus.simanjuntak/keterkaitan-pertanian-dengan—industri-manufaktur-550dfb65a33311a12dba7e
-
m.kompasiana.com/alvinomaryandani/melihat-investasi-dalam-pertanian_55106622813311d638bc6330
Tidak ada komentar:
Posting Komentar